Selasa, 30 Maret 2010

Akal

Alangkah banyaknya orang di dunia ini yang menginginkannya, baik itu muslim maupun non-muslim. Allah pun telah mewajibkan kita untuk menuntut ilmu, dan juga diderivasikan ke dalam sunnah Rasulullah saw ke dalam berbagai haditsnya. Namun, banyak pula yang mengagung-agungkan akal serta produknya melebihi pencipta akal itu sendiri. Entah itu produk akalnya sendiri maupun orang lain. Termasuk ideologi atau konsep-konsep bermasyarakat. Segalanya dipahami dengan pendekatan akal dan rasio. Mengapa itu bisa terjadi ?

Ada baiknya kita simak sebuah cerita dalam kitab karangan Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke-13 H.

Setelah menciptakan akal, Allah swt berfirman, 'Wahai akal menghadaplah kepadaKu.'
Maka akal pun menghadap. Kemudian Allah berfirman, 'Wahai akal berbaliklah engkau.'
Lalu akal pun berbalik. Allah berfirman lagi, 'Wahai akal ! Siapakah Aku ?'
Kemudian akal menjawab, 'Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu yang lemah.'
Berfirmanlah Allah swt, 'Wahai akal, tidak Kuciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau.'

Jelaslah sudah bahwasanya Allah telah menciptakan akal sebagai salah satu kemuliaan yang kita temui di dunia ini. Artinya, di saat seseorang memiliki kapasitas akal yang besar, maka saat itu pula lah kedekatannya kepada Sang Khaliq menjadi semakin erat dan menghunjam ke dalam hatinya. Apakah itu saat ia bertafakkur mengenai makhluk-Nya yang bernama alam semesta. Ataukah saat ia mengamati sebintik kuman di bawah lensa mikroskop. Juga saat ia mengutak-utik seperangkat komputer yang menjadi sumber pencarian nafkahnya.

Namun apa yang terjadi sekarang ini ?
Beribu-ribu bahkan berjuta-juta manusia yang dikaruniai kekayaan akal seolah menjadi robot-robot yang berisi program yang error. Di sana sini manusia melecehkan kebesaran-Nya dengan sekian banyak eksperimen yang meninggalkan dan menanggalkan sisi kemanusiaannya. Seperti yang termaktub dalam QS. 2:11 yang menceritakan orang-orang yang merusak bumi namun berdalih dengan akalnya bahwa mereka mengadakan perbaikan. Tidak hanya itu, tidak sedikit muslim yang pembangkangan intelektual yang berbuah dari pemikiran yang cenderung tak terarah dan menyesatkan umat Islam itu sendiri.

Kita simak kelanjutan kisah di atas.

Setelah itu Allah swt menciptakan nafsu dan berfirman, 'Wahai nafsu, menghadaplah kamu kepadaKu !'
Nafsu tidak bereaksi. Sebaliknya ia hanya diam saja.
Kemudian Allah berfirman, 'Siapakah engkau dan siapakah Aku ?'
Lalu nafsu berkata, 'Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau.'

Tampaklah pada kita suatu titik terang. Sebuah penjelasan yang secara gamblang memperlihatkan 'kenekadan' sebentuk makhluk bernama nafsu, yang bahkan saat Allah sendiri yang memerintahkan sesuatu tanpa perantara, ia membangkang dan menafikkan penciptanya sendiri.

Setelah itu Allah menyiksanya dalam Neraka Jahim selama 100 tahun, lalu mengeluarkannya.
Kemudian Allah swt berfirman, 'Siapakah engkau dan siapakah Aku ?'
Nafsu menjawab, 'Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau.'

Yang sebenarnya kita lihat dan temui di mana-mana saat ini adalah sebuah keinginan untuk mencapai kemuliaan melalui eksploitasi akal, yang cenderung membabi buta dan tidak terarah. Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena dominannya pengaruh nafsu dalam penggunaan akal tersebut. Kita sadari bersama bahwasanya adalah tugas akal yang senantiasa berpikir bermanfaat - tidak, dan bukan nafsu yang bergulat antara enak - tidak.

Sedangkan kita sendiri seringkali tidak menyadari keterbatasan akal yang kita miliki. Orang-orang orientalis menyatakan bahwa suatu saat nanti manusia tidak akan memerlukan agama lagi. Mereka menggembar-gemborkan adanya suatu masa di mana manusia akan mampu menciptakan dirinya sendiri [ diimplementasikan dalam riset teknologi cloning ]. Padahal, boro-boro mau menciptakan diri sendiri, semua orang sudah akan kebingungan saat ditanyai hal sepele yang barangkali tak pernah terpikirkan.

Semisal, apakah mereka dapat menjawab saat ditanyakan 'bilangan antara 0 dan 1 yang paling dekat dengan 1' ?
Jika mereka menjawab '0,9', dengan mudah terpatahkan oleh angka '0,91', '0,99', '0,9999999' dan seterusnya.
Kalau ngotot mereka akan mengajukan angka 1- [ 1 diikuti tanda minus kecil ] yang sama sekali hanyalah bilangan akal-akalan yang mencerminkan ketidakmampuan manusia.
Atau tanyakan pula berapa tepatnya harga phi [ versi SMU = 3,14 ]. Sebuah kisah nyata, komputer berkecepatan sekian ratus MHz pun memerlukan waktu berjam-jam untuk menemukan hasil terdekatnya yang mampu ia capai. Yakni ratusan angka di belakang koma yang memenuhi 1 halaman A4. Jika pencarian angka di belakang koma masih diteruskan pun niscaya tidak akan mampu 'akal' komputer mencarinya hingga selesai.

Silakan dipersepsikan sendiri akhir dari kisah ini, dan bandingkan dengan jawaban Akal.

Lalu Allah swt menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu' selama 100 tahun lagi.
Setelah dikeluarkan, Allah kembali bertanya, 'Siapakah engkau dan siapakah Aku ?'
Akhirnya nafsu mengakui dan berkata, 'Aku adalah hamba-Mu dan Kamu adalah Tuhanku.'

Wallahu 'alam bish shawab.